Rabu, 11 Juni 2014

Kesendirian Sang Pengembara

Dalam hening damai cakrawala tak berujung
Menumbuhkan benih-benih kerinduan
kepada pantai dan dermaga.................

Dimana akar dan pucuk pohon rasa memulai
Biduk terarah menuju cahaya keemasan sang mentari
Mengundang malam, melukiskan guratan senja kemerahan..............

Pada ujung pantai dan dermaga
Dimana akar dan pucuk pohon melambai
Dalam kegelapan malam menjelang pagi
Dalam dingin yang menusuk kerinduan..................

Biduk terarah bertuntunkan bintang
Menuntun perahu merapat ke pantai dan dermaga
Mentari membiaskan siluet daratan tempat akar dan pucuk pohon menyambut..................

Sang pengembara sudah pulang
Dalam kerinduan yang tak terperikan
Akan pantai dan dermaga
Akan akar dan pucuk pohon yang menunggu
Menawarkan kehangatan dalam teduh…....................

Segumpal Rindu Sang Pengembara



Sebuah Kota Telah Tenggelamkan Aku
Dalam Gelombangnya Setiap Waktu Yang Datang Kuhafal
Namun Jejakku Selalu Tersesat
Seakan Di Bius Mimpi...................

Langkahku Terus Terhenti,Di Sini
Di Simpang Tiga Yang Tak Pernah Ku Mengerti
Berulangkali Angin Menderu
Menubruk Tubuhku
Dengan Rasa Gigil Yang Sama......................

Bangku Dari Kayu, Taman Rumput Sepi Yang Bisu
Aroma Kenanga Dari Ujung Jalan Yang Masih Sama
Terus Menguntit Tak Ingin Pergi
Juga Gongong Anjing Masih Mengaum
Menyekap Ragaku Di Sini..............

Di Kota Yang Tak Dapat Kupahami
Dan Lampulampu Jalan Makin Liar Menari Menyambut Dini
Deru Mesin Kian Tenggelam Dalam Gigil Sepi
Sampai Berapa Lama Aku Tersekap Di Sini
Di Kota Yang Memang Tak Dapat Kupahami............

Di Terminal,Debu Bergegas Menghapus Jejakku
Menghapus Segala Sisa Kenangan
Sebuah Kota Yang Akan Kutinggal Pergi
Sepintas Kerling Khayal Yang Nakal
Menggoda Tentang Kampung Halaman...............

Saat Deru Mesin Kembali Berjalan
Ketika Rodaroda Semakin Liar Berputar
Mengejar Beriburibu Mil Jalanan
Yang Penuh Dengan Cerita Pelipur Lara
Sekejap Sunyi Menjelma
Perlahan Kususun Mimpi.................

Di Atas Bangku Usang,
Bus Yang Terus Berjalan
Kudongengkan Semua Kisah Lalu Tentang Kampung Halamanku
Yang Penuh Riang Tawa Bocahbocah Jenaka
Dengan Setumpuk Boneka Mainan Dari Tanah Liat
Masih Indahkah?,Desaku....................

Tiba-Tiba Aku Terjaga
Jerit Peluit Merejam Begitu Sakit
Sisa Mimpi Segera Kukantongi
Kureguk Segala Aroma Udara Pagi Yang Terasa Sepi
Kulangkahkan Kaki Menuju Jalan Kerumah Bapak Begitu Sunyi Dan Hening 

Bahkan Bunga Ilalang Pun Tak Tampak Bergentayangan
Hanya Segerombol Angin Dari Arah Kuburan
Yang Datang Menyambut Kepulanganku
Tak Ada Canda Riang Di Pematang
Tak Ada Mata Rindu Yang Teduh Menyapaku...............

Dulu Ketika Aku Pamit Mengembara
Suasana Desa Mesih Penuh Pesona
Kini Yang Kulihat Hanya Sisasisa Pasrah,
Tangan Yang Tengadah Menunjuk Langit
Menunggu Isyarat Selamat Dari Penyakit.................

Aku Hanya Bisa Terisak,
Ingin Rasanya Kuputar Kembali Segala Waktu
Untuk Mencipta Sebuah Desa Yang Penuh Tawa Dan Rindu
Aku Rindu Akan Tanah Kelahiranku
Aku Rindu Akan Semua Kenanganku Oh DESA KU..................................

Perjalan Hidup Sang Pengembara

Hidup yang selalu penuh tanda tanya,
Hidup bukan sekedar sandiwara
Hidup bukan hanya makan minum
Hidup sementara dalah bagian yang abadi nanti dan kini
Dunia arena sandiwara masa yang panjang dan pendek

Kau,Aku dan yang lain sama menjalaninya....
keterpukauan akan hidup membuat smua terasa hidup
kendati asa dan rasa jarang menjadi satu kesatuan
kita terus menjalani apa yang kata orang disebut denga....
hidup yang indah tapi sesaat

                                                                            
Kadang kita lelah saat jalan tak terarah
Kadang arah berputar seperti roda bumi
Kadang marah saat menumpuk rasa amarah
Kadang pasrah keetika iman memapah
Kadang...kadang...dan terkadang terhadang pedang 

Seakan berjalan tanpa arah
Seakan menyerah akan angin membawa kemana
Seakan biarlah air membaya bersama alirannya
Hanya berharap sesuatu yang pasti Kau tunjukan pada Sang Pengembara ini.

Perjalanan Tanpa Arah Dan Tujuan

Hati pria itu gundah, muak dengan segalanya
Di rumah sudah terlalu banyak derita, kemunafikan, dan sandiwara
Dia putuskan tuk pergi
memulai pengembaraannya.....................

Perjalanannya dia mulai dari tengah-tengah bumi
Tujuan pertamanya... belahan bumi utara
Sesampainya di utara dia menetap sementara
Sang pengembara tinggal untuk waktu yang cukup lama Dingin, sepi, sendiri............

Untuk waktu yang cukup lama dia berdiskusi dengan kesepian
Bercanda dengan kesendirian
Tapi kemudian dia bosan, muak dengan sepi dan sendiri
Tujuan berikutnya belahan bumi selatan........................


Begitu menginjak daratan es itu,
muncul aurora di atas kepalanya Indah

Dia pun memutuskan untuk menetap sementara
Dia berdiskusi dengan dingin
Bercanda dengan silaunya kilatan aurora
Tapi kemudian dia bosan, kilatan aurora tak indah lagi di matanya....................


Sang pengembara beranjak dari belahan bumi selatan
Tak tahu ke mana kan berjalan
Sampai suatu hari dilihatnya sebuah cahaya terang
Diikutinya cahaya itu dan dijadikan pedoman langkahnya...........................


Sang pengembara berjalan cukup lama
Tak tahu cahaya apa yang diikutinya
Pada akhirnya ditemukan juga cahaya terang itu
Cahaya yang terang tapi tidak menyilaukan
Cahaya yang hangat tidak dingin
Cahaya itu nyaman, lembut, membuatnya jauh dari rasa sepi..................

Gadis pemilik cahaya terang itu menoleh
Menyadari bahwa sang pengembara mengikutinya
Sang pengembara dengan mantapnya melangkah mendekati sang gadis
Dia yakin inilah tempat yang dicarinya selama ini, bukan sekedar tempat persinggahan sementara

Jumat, 06 Juni 2014

Puisi Jejak Sang Pengembara

Sekian lama menapak jejak jejak kehidupan,
Compang camping dan lusuh kini,
Kulitku hitam lekat, terbakar dosa di perjalanan,
Jari-jariku mengapal, keras, mengarit semak duri,
Tubuhku kurus, dimakan keji,
Bajuku kotor dan kusut di sana sini,

Adakah ujung jalan di depan, atau satu langkah lagi,
Akhir dari langkah perjalanan ini?
Aduhai malunya menyelesaikan perjalanan compang camping begini,
Adakah di balik bukit sana,
Sungai tempatku bisa menciduk air, mandi, membersihkan diri,
Mungkinkah setelah tikungan itu,
Pasar tuk bisa kucari pakaian bersih pembungkus diri,

Compang camping aku mengarungi perjalanan,
Jatuh, jatuh, terjerembab bahkan dalam lubang yang sama,
Tak mulus cerita yang tergores dalam buku perjalananku nanti,
Penuh kegagalan dan hal memalukan di sana sini,

Compang camping dan lusuh kini,
Sudikah Tuanku menyambutku dengan berbunga hati,
Malu aku, gagal sebagai abdi yang terpercaya,
Yang bisa mengarungi gurun sahara dan menerjang samudera antartika,

Ingin berhenti,
Tapi apakah aku akan mengubur diri dalam lusuh begini,
Aku ingin masuk keranda dan liang kubur dengan berseri,
Dengan bayang-bayang wajah cerah hangat Tuanku, yang kan kujumpai,

Adakah di ujung jalan ini akhir perjalanan ini ??
Jika benar, sisa langkah ini kutakkan berhenti meratapi dan menyiapkan diri,

Jeritan Sang Pengembara

Sayang,
Insan sepertiku tidak pernah mengenal erti kebahagiaan
Hidupku diselubungi ranjau yang berduri
Tangisanku telah sebati dalam jiwa ini
Rintihanku senantiasa menjadi teman tidurku
Sayang,
Kehadiranmu mengubat luka yang kian parah
Bercinta denganmu suatu pengalaman yang indah buatku
Sentuhanmu mengundang diriku merindui dirimu
Sukar untuk kunyatakan..
Cukuplah hati ini yang membicarakan
Betapa aku menyayangi dirimu
Sayang,
Terima kasih kuucapkan
Kerana sudi menumpangkan diriku di sudut hatimu
Tidak pernah terniat untuk kulukai hatimu
Insan yang sering kurindu
Sayang,
Air mataku hampir gersang dengan tangisan dulu
Tak sanggup untuk kutangisi dan rintihi diri ini lagi
Pintaku hanya satu
Berilah peluang untuk kumengenal sinar kebahagiaan
Walaupun cuma seketika.

Puisi Sang Pengembara

Sejuk gemercik air
Di padang yang tandus
Seakan basah sekujur tubuh
Mengalir sirkulasi darah penuhi sendi 
Hangat tersentuh bila
Tenteramkan hati yang bimbang
Memberi semangat langkah
Di sepanjang perjalan hidup
 
Kilauan cahaya matahari
Dikala fajar sentuh embun
Sedamai hati dalam diri
Melihat sang bidadari beranjak
 
Daun pun membuka
Berfotosintesis dengan lega
Seperti sang perawan nan jelita
Dengan lesung pipi dimuka

Sederet burung terbang menuju sarang
Seiring tenggelamnya sang senja
Betapa berharapnya hati
Apakah esok tersisa asa
 
Tatkala diri dihinggapi problema
Psikoneurotik jadi gejala
Hasrat untuk berkata
Mengapa selalu melemah